Ada sepenggal rasa yang membuatku bersedia untuk melabuhkan segenap hatiku padamu. Di bawah bayang-bayang kota Semarang, di antara pesan-pesanku yang tak pernah sampai, tidak akan pernah ada alasanku untuk mencintaimu. Namun bila seseorang menyuruhku untuk menjabarkannya, barangkali aku bisa menorehkannya di ratusan halaman sekalipun.

Meski aku harus menuangkan kamu dalam buku usang ; yang kertasnya sudah menguning, tak ada lagi bau khas buku yang menguar, dan coretan-coretan tinta yang semakin lama semakin memudar. Tetapi, akan selalu kupastikan, namamu tak akan pernah turut mengusang meski kalimat-kalimat lain akan menghilang. (Hilang, lenyap dimakan oleh waktu)

Pun tentang rindu dalam sepi yang mendekapmu erat. Jika nantinya semesta mempertemukan kita kembali, tolong jangan beri jarak antara kamu dan cakrawala yang menaungi Italia. Sebab rembulan yang tak akan pernah jemu untuk bercahaya ini, akan selalu beradu indah dengan paras tampanmu. Juga memori-memori jangka panjang ini yang masih terisi penuh oleh rupa, suara, dan namamu, yang membuatku ingin terus menyayangimu.

Dari aku, seseorang yang mencoba menggenggam erat hal yang buatmu bahagia. Dan dari aku, yang jika nantinya kita tak berada di jalan yang sama, akan selalu bertanya-tanya tentang, “perasaan ini akan dibawa ke mana, selain bukan ke kamu?”

-tertanda,

kirani,

yang selalu menyayangimu. 9/3/22